Diamemiliki dua adik, Ambika dan Ambalika. Melalui ayahnya, Amba belajar serat centhini, wedhatama, dan sederetan puisi-puisi Jawa lainnya. Namun, yang terpenting di dalam mendongeng adalah ketersampaian amanat kepada para pendengar sehingga memberikan manfaat khusus kepada kepribadian mereka. (87) October (130) November Tangandi Atas Lebih Baik Daripada Tangan di Bawah : Menyelami Nikmatnya Bershadaqah: Wawan Susetya: 297.425.1 WAW t: 2014.001185: Tersedia: 492: Pandai Shalat untuk Anak Muslim: Hanafi: 297.412 HAN p: 2014.0001185: Tersedia: 493: Keajaiban Tubuh Manusia Hikmah Kebesaran Allah Dalam Penciptaan Manusia: Helmanu Kurniadi: 297.03 Kur k: 2009.11859 a 38, 15, 87, 45, 99. b. 102, 150, 456, 485, 478. Arti Parafrase/ Gancaran Tembang Pucung Serat Wedhatama Pada 1-7. Arti, Parafrase/ Gancaran dan Amanat Tembang Kinanthi Serat Wedhatama. Parafrase/ Gancaran Tembang Pocung Serat Wedhatama Pada 8 -15. Pengertian, Watak, Paugeran dan Makna Tembang Kinanthi Serat Wedhatama LelandhesanPeraturan Gubernur No. 19 Tahun 2014 “Mata Pelajaran Bahasa Daerah Sebagai Muatan Lokal Wajib di Sekolah/ Madrasah” kanthi alokasi wekdal 2 (kalih) jam pelajaran satunggal minggunipun. Kangge njangkepi srana piwucalan Basa Jawi ing SMP/M.Ts panyerat nganggit buku ajar Basa Jawi ”Kirtya Basa” punika. Pupuhyaiku kumpulan tembang kang padha guru gatra, guuru lagu, lan guru wilangane. Tuladhane kumpulan tembang kinanthi, diarani pupuh kinanthi ing sajeroning serat. Ajaran. Dikanthi-kanthi (diarahkan dan dibimbing) agar menjadi manusia sejati. Yang selalu menjaga bumi pertiwi. Pupuh kinanthi dalam serat wedhatama mengandung isi ajaran-ajaran Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd. Serat Wedhatama asal kata dalam bahasa Jawa; Wredhatama merupakan salah satu karya agung pujangga sekaligus seniman besar pencipta berbagai macam seni tari beksa dan tembang. Wayang orang, wayang madya, pencipta jas Langendriyan sering digunakan sebagai pakaian pengantin adat Jawa/Solo. Beliau adalah enterpreneur sejati yang sangat sukses memakmurkan rakyat pada masanya dengan membangun pabrik bungkil, pabrik gula Tasikmadu dan Colomadu di Jateng 1861-1863 dengan melibatkan masyarakat, serta perkebunan kopi, kina, pala, dan kayu jati di Jatim dan Jateng. Masih banyak lagi, termasuk merintis pembangunan Stasiun Balapan di kota Solo. Beliau juga terkenal gigih dalam melawan penjajahan Belanda. Hebatnya, perlawanan dilakukan cukup melalui tulisan pena, sudah cukup membuat penjajah mundur teratur. Cara inilah menjadi contoh sikap perilaku utama, dalam menjunjung tinggi etika berperang jihad a la Kejawen;“nglurug tanpa bala” dan “menang tanpa ngasorake”. Kemenangan diraih secara kesatria, tanpa melibatkan banyak orang, tanpa makan korban pertumpahan darah dan nyawa, dan tidak pernah mempermalukan lawan. Begitulah kesatria sejati. Selain terkenal kepandaiannya akan ilmu pengetahuan, juga terkenal karena beliau tokoh yang amat sakti mandraguna. Beliau terkenal adil, arif dan bijaksana selama dalam kepemimpinannya. Beliau adalah Ngarsa Dalem Ingkang Wicaksana Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Sri Mangkunegoro IV. Raja di keraton Mangkunegaran Solo. Berkat “laku” spiritual yang tinggi beliau diketahui wafat dengan meraihkesempurnaan hidup sejati dalam menghadap Tuhan Yang Mahawisesa; yakni “warangka manjing curiga” atau meraih kamuksan; menghadap Gusti Tuhan bersama raganya lenyap tanpa bekas. Wedhatama merupakan ajaran luhur untuk membangun budi pekerti dan olah spiritual bagi kalangan raja-raja Mataram, tetapi diajarkan pula bagi siapapun yang berkehendak menghayatinya. Wedhatama menjadi salah satu dasar penghayatan bagi siapa saja yang ingin “laku” spiritual dan bersifat universal lintas kepercayaan atau agama apapun. Karena ajaran dalam Wedhatama bukan lah dogma agama yang erat dengan iming-iming surga dan ancaman neraka, melainkan suara hati nurani, yang menjadi “jalan setapak” bagi siapapun yang ingin menggapai kehidupan dengan tingkat spiritual yang tinggi. Mudah diikuti dan dipelajari oleh siapapun, diajarkan dan dituntunstep by step secara rinci. Puncak dari “laku” spiritual yang diajarkan serat Wedhatama adalah; menemukan kehidupan yang sejati, lebih memahami diri sendiri, manunggaling kawula-Gusti, dan mendapat anugrah Tuhan untuk melihat rahasia kegaiban meminjam istilah Gus Dur; dapat mengintip rahasia langit. Serat yang berisi ajaran tentang budi pekerti atau akhlak mulia, digubah dalam bentuk tembang agar mudah diingat dan lebih “membumi”. Sebab sebaik apapun ajaran itu tidak akan bermanfaat apa-apa, apabila hanya tersimpan di dalam “menara gadhing” yang megah. Kami sangat bersukur kepada Gusti Allah, dan berterimakasih sebesar-besarnya kepada Eyang-eyang Gusti dan para Ratu Gung Binatara yang telah njangkung lan njampangi kami dalam membedah dan medhar ajaran luhur ini, sehingga dengan “laku” yang sangat berat dapat kami susun dalam bahasa Nasional. Karena keterbatasan yang ada pada kami, mudah-mudahan tidak mengurangi makna yang terkandung di dalamnya. Tanpa adanya kemurahan Gusti Allah dan berkat doa restu dari para leluhur agung yang bijaksana, kami menyadari sungguh sulit rasanya, memahami dan menjabarkan kawruh atau pitutur yang maknanya persis sama sebagaimana teks aslinya. Mudah-mudahan hakikat yang tersirat di dalam pelajaran ini dapat diserap secara mudah oleh para pembaca yang budiman. Harapan saya mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi siapa saja, tanpa memandang latar belakang agama dan kepercayaannya. Bagi siapapun yang lebih winasis pada sastra Jawa, saya tampilkan juga teks aslinya. Mudah-mudahan para pembaca, dapat memberikan koreksi, kritik dan saran kepada saya. Berikut isi Serat Wedhatama beserta terjemahan bebas bahasa Indonesianya. PUPUH I – P A N G K U R 01 Mingkar-mingkuring ukara, akarana karenan mardi siwi, sinawung resmining kidung, sinuba sinukarta, mrih kretarta pakartining ilmu luhung,kang tumrap ing tanah Jawa, agama ageming aji. Meredam nafsu angkara dalam diri, Hendak berkenan mendidik putra-putri. Tersirat dalam indahnya tembang, dihias penuh variasi, agar menjiwai hakekat ilmu luhur, yang berlangsung di tanah Jawa nusantara agama sebagai “pakaian” kehidupan. 02 Jinejer ing Weddhatama, mrih tan kemba kembenganing pambudi,mangka nadyan tuwa pikun, yen tan mikani rasa, yekti sepi sepa lir sepah asamun,samasane pakumpulan, gonyak-ganyuk nglelingsemi. Disajikan dalam serat Wedhatama, agar jangan miskin pengetahuan, walaupun sudah tua pikun, jika tidak memahami rasa sejati batin, niscaya kosong tiada berguna bagai ampas, percuma sia-sia, di dalam setiap pertemuan sering bertindak ceroboh memalukan. 03 Nggugu karsane priyangga, nora nganggo peparah lamun angling,lumuh ingaran balilu, uger guru aleman, nanging janma ingkang wus waspadeng semu, sinamun samudana, sesadoning adu manis . Mengikuti kemauan sendiri, Bila berkata tanpa dipertimbangkan asal bunyi, Namun tak mau dianggap bodoh, Selalu berharap dipuji-puji. sebaliknya Ciri orang yang sudah memahami ilmu sejati tak bisa ditebak berwatak rendah hati, selalu berprasangka baik. 04 Si pengung nora nglegewa, sangsayarda denira cacariwis, ngandhar-andhar angendukur, kandhane nora kaprah, saya elok alangka longkangipun, si wasis waskitha ngalah, ngalingi marang sipingging. sementara Si dungu tidak menyadari, Bualannya semakin menjadi jadi, ngelantur bicara yang tidak-tidak, Bicaranya tidak masuk akal, makin aneh tak ada jedanya. Lain halnya, Si Pandai cermat dan mengalah, Menutupi aib si bodoh. 05 Mangkono ilmu kang nyata, sanyatane mung we reseping ati,bungah ingaran cubluk, sukeng tyas yen den ina, nora kaya si punggung anggung gumunggung, ugungan sadina dina, aja mangkono wong urip. Demikianlah ilmu yang nyata, Senyatanya memberikan ketentraman hati, Tidak merana dibilang bodoh, Tetap gembira jika dihina Tidak seperti si dungu yang selalu sombong, Ingin dipuji setiap hari. Janganlah begitu caranya orang hidup. 06 Uripa sapisan rusak, nora mulur nalare ting saluwir, kadi ta guwa kang sirung, sinerang ing maruta, gumarenggeng anggereng anggung gumrunggung, pindha padhane si mudha, prandene paksa kumaki. Hidup sekali saja berantakan, Tidak berkembang, pola pikirnya carut marut. Umpama goa gelap menyeramkan, Dihembus angin, Suaranya gemuruh menggeram, berdengung Seperti halnya watak anak muda masih pula berlagak congkak 07 Kikisane mung sapala, palayune ngendelken yayah wibi, bangkit tur bangsaning luhur, lah iya ingkang rama, balik sira sarawungan bae ersua, mring atining tata ersu, nggon-anggon agama suci. Tujuan hidupnya begitu rendah, Maunya mengandalkan orang tuanya, Yang terpandang serta bangsawan Itu kan ayahmu ! Sedangkan kamu kenal saja belum, akan hakikatnya tata ersu dalam ajaran yang suci 08 Socaning jiwangganira, jer katara lamun pocapan pasthi, lumuh asor kudu unggul, sumengah sesongaran,yen mangkono kena ingaran katungkul, karem ing reh kaprawiran, nora enak iku kaki. Cerminan dari dalam jiwa raga mu, Nampak jelas walau tutur kata halus, Sifat pantang kalah maunya menang sendiri Sombong besar mulut, Bila demikian itu, disebut orang yang terlena, Puas diri berlagak tinggi Tidak baik itu nak ! 09 Kekerane ngelmu karang, kakarangan saking bangsaning gaib, iku boreh paminipun, tan rumasuk ing jasad, ersu aneng sajabaning daging kulup, Yen kapengkok pancabaya, ubayane mbalenjani. Di dalam ilmu yang dikarang-karang sihir/rekayasa, Rekayasa dari hal-hal gaib, Itu umpama bedak. Tidak meresap ke dalam jasad, Hanya ada di kulitnya saja nak, Bila terbentur marabahaya, bisanya menghindari. 10 Marma ing sabisa-bisa, babasane muriha tyas basuki, puruitaa kang patut, lan traping angganira, Ana uga angger ugering kaprabun, abon aboning panembah, kang kambah ing siang ratri. Karena itu sebisa-bisanya, Upayakan selalu berhati baik, Bergurulah secara tepat, Yang sesuai dengan dirimu, Ada juga peraturan dan pedoman bernegara, Menjadi syarat bagi yang berbakti, yang berlaku siang malam. 11 Iku kaki takokena, marang para sarjana kang martapi, mring tapaking tepa tulus, kawawa nahen hawa, Wruhanira mungguh sanjataning ngelmu, tan mesthi neng janma wreda, tuwin muda sudra kaki. Tulah nak, tanyakan Kepada para sarjana yang menimba ilmu, Kepada jejak hidup para suri tauladan yang benar, dapat menahan hawa nafsu, Pengetahuanmu adalah senyatanya ilmu, Yang tidak harus dikuasai orang tua, Bisa juga bagi yang muda atau miskin, nak ! 12 Sapantuk wahyuning Allah, gya dumilah mangulah ngelmu bangkit, bangkit mikat reh mangukut, kukutaning Jiwangga, Yen mangkono kena sinebut wong sepuh, liring sepuh sepi hawa, awas roroning ngatunggil. Siapapun yang menerima wahyu Tuhan, Dengan cermat mencerna ilmu tinggi, Mampu menguasai ilmu kasampurnan, Kesempurnaan jiwa raga, Bila demikian pantas disebut “orang tua”. Arti “orang tua” adalah tidak dikuasai hawa nafsu, Paham akan dwi tunggal menyatunya sukma dengan Tuhan 13 Tan samar pamoring Sukma, sinukma ya winahya ing ngasepi, sinimpen telenging kalbu, Pambukaning waana, tarlen saking liyep layaping ngaluyup, pindha pesating supena, sumusuping rasa jati. Tidak lah samar sukma menyatu, meresap terpatri dalam keheningan semadi, Diendapkan dalam lubuk hati menjadi pembuka tabir, berawal dari keadaan antara sadar dan tiada, Seperti terlepasnya mimpi Merasuknya rasa yang sejati. 14 Sajatine kang mangkono, wus kakenan nugrahaning Hyang Widi, bali alaming ngasuwung, tan karem karamean, ingkang sipat wisesa winisesa wus, mulih mula mulanira, mulane wong anom sami. Sebenarnya ke-ada-an itu merupakan anugrah Tuhan, Kembali ersuas yang mengosongkan, tidak mengumbar nafsu duniawi, yang bersifat kuasa menguasai. Kembali ke asal muasalmu Oleh karena itu, wahai anak muda sekalian. PUPUH II – S I N O M 01 Nulada laku utama, tumrape wong Tanah Jawi, Wong Agung ing Ngeksiganda, Panembahan Senopati, kepati amarsudi, sudane hawa lan nepsu, pinesu tapa brata, tanapi ing siyang ratri, amamangun karenak tyasing ersua. Contohlah perilaku utama,bagi kalangan orang Jawa Nusantara,orang besar dari Ngeksiganda Mataram,Panembahan Senopati,yang tekun, mengurangi hawa nafsu, dengan jalan prihatin bertapa,serta siang malam selalu berkarya membuat hati tenteram bagi ersua kasih sayang 02 Samangsane pesasmuan, mamangun martana ersuas, sinambi ing saben mangsa, kala kalaning asepi, lelana teki-teki, nggayuh geyonganing kayun, kayungyun eninging tyas, sanityasa pinrihatin, puguh panggah cegah dhahar, lawan nendra. Dalam setiap pergaulan,membangun sikap tenggang ada kesempatan,Di saat waktu longgar,mengembara untuk bertapa,menggapai cita-cita hati,hanyut dalam keheningan menjaga hati untuk prihatin menahan hawa nafsu,dengan tekad kuat, membatasi makan dan tidur. 03 Saben nendra saking wisma, lelana laladan sepi, ngisep sepuhing supana, mrih pana pranaweng kapti, titising tyas marsudi, mardawaning budya tulus, mese reh kasudarman, neng tepining jala nidhi, sruning brata kataman wahyu dyatmika. Setiap mengembara meninggalkan rumah istana,berkelana ke tempat yang sunyi dari hawa nafsu,menghirup tingginya ilmu,agar jelas apa yang menjadi tujuan hidup bertekad selalu berusaha dengan tekun,memperdayakan akal budimenghayati cinta kasih,ditepinya bertapa diterimalah wahyu dyatmika hidup yang sejati. 04 Wikan wengkoning samodra, kederan wus den ideri, kinemat kamot hing driya, rinegan segegem dadi, dumadya angratoni, nenggih Kanjeng Ratu Kidul, ndedel nggayuh nggegana, umara marak maripih, sor prabawa lan Wong Agung Ngeksiganda. Memahami kekuasaan di dalam samodra seluruhnya sudah dijelajahi,“kesaktian” melimputi indera Ibaratnya cukup satu genggaman saja sudah jadi, berhasil berkuasa,Kangjeng Ratu Kidul,Naik menggapai ersu-awang,kemudian datang menghadap dengan penuh hormat,kepada Wong Agung Ngeksigondo. 05 Dahat denira aminta, sinupeket pangkat kanci, jroning alam palimunan, ing pasaban saben sepi, sumanggem anjanggemi, ing karsa kang wus tinamtu, pamrihe mung aminta, supangate teki-teki, nora ketang teken janggut suku jaja. Memohon dengan sangat lah beliau,agar diakui sebagai sahabat setia, di dalam alam gaib,tempatnya berkelana setiap menyanggupi,kehendak yang sudah hanyalah memintarestu dalam bertapa,Meski dengan susah payah. 06 Prajanjine abipraja, saturun-turun wuri, Mangkono trahing ngawirya, yen amasah mesu budi, dumadya glis dumugi, iya ing sakarsanipun, wong agung Ngeksiganda, nugrahane prapteng mangkin, trah tumerah darahe pada wibawa. Perjanjian sangat mulia,untuk seluruh keturunannya di kelak kemudian seluruh keturunan orang luhur,bila mau mengasah akal budi akan cepat berhasil,apa yang diharapkan orang besar Mataram, anugerahnya hingga kelak dapat mengalir di seluruh darah keturunannya, dapat memiliki wibawa. 07 Ambawani tanah Jawa, kang padha jumeneng aji, satriya dibya sumbaga, tan lyan trahing Senapati, pan iku pantes ugi, tinelad labetanipun, ing sakuwasanira, enake lan jaman mangkin, sayektine tan bisa ngepleki kuna. Menguasai tanah Jawa Nusantara,yang menjadi raja pemimpin,satria sakti tertermasyhur,tak lain keturunan Senopati,hal ini pantas pulasebagai tauladan budi pekertinya,Sebisamu, terapkan di zaman nanti,Walaupun tidak bisa persis sama seperti di masa silam. 08 Luwung kalamun tinimbang, ngaurip tanpa prihatin, Nanging ta ing jaman mangkya, pra mudha kang den karemi, manulad nelad Nabi, nayakeng rad Gusti Rasul, anggung ginawe umbag, saben saba mapir masjid, ngajap-ajap mukjijat tibaning drajat. Mending bila ersuasive orang hidup tanpa prihatin,namun di masa yang akan datang masa kini,yang digemari anak muda,meniru-niru nabi, rasul utusan Tuhan,yang hanya dipakai untuk menyombongkan diri,setiap akan bekerja singgah dulu di masjid,Mengharap mukjizat agar mendapat derajat naik pangkat. 09 Anggung anggubel sarengat, saringane tan den wruhi, dalil dalaning ijemak, kiyase nora mikani, katungkul mungkul sami, bengkrakan neng masjid agung, kalamun maca kutbah, lelagone dhandhanggendhis, swara arum ngumandhang cengkok palaran. Hanya memahami sariat kulitnya saja, sedangkan hakekatnya tidak dikuasai,Pengetahuan untuk memahami makna dan suri tauladan tidaklah mumpuniMereka lupa diri, tidak sadarbersikap berlebih-lebihan di masjid besar,Bila membaca khotbahberirama gaya dandanggula menghanyutkan hati,suara merdu bergema gaya palaran lantang bertubi-tubi. 10 Lamun sira paksa nulad, Tuladhaning Kangjeng Nabi, O, ngger kadohan panjangkah, wateke tak betah kaki, Rehne ta sira Jawi, satitik bae wus cukup, aja ngguru aleman, nelad kas ngepleki pekih, Lamun pungkuh pangangkah yekti karamat. Jika kamu memaksa meniru,tingkah laku `Kanjeng Nabi,Oh, nak terlalu ers,Biasanya tak akan betah nak,Karena kamu itu orang Jawa,sedikit saja sudah sekedar mencari sanjungan,Mencontoh-contoh mengikuti fiqih,apabila mampu,memang ada harapan mendapat rahmat. 11 Nanging enak ngupa boga, rehne ta tinitah langip, apa ta suwiteng Nata, tani tanapi agrami, Mangkono mungguh mami, padune wong dhahat cubluk, ersua wruh cara Arab, Jawaku bae tan ngenting, parandene pari peksa mulang putra. Tetapi seyogyanya mencari nafkah,Karena diciptakan sebagai makhluk lemah,Apakah mau mengabdi kepada raja,Bercocok tanam atau berdagang,Begitulah menurut pemahamanku,Sebagai orang yang sangat bodoh,Belum paham cara Arab,Tata cara Jawa saja tidak mengerti,Namun memaksa diri mendidik anak. 12 Saking duk maksih taruna, sadhela wus anglakoni, aberag marang agama, maguru ersuasi kaji, sawadine tyas mami, banget wedine ing besuk, pranatan ngakir jaman, Tan tutug kaselak ngabdi, nora kober sembahyang gya tininggalan. Dikarenakan waktu masih muda, Keburu menempuh belajar pada agama, Berguru menimba ilmu pada yang haji, maka yang terpendam dalam hatiku, menjadi sangat takut akan hari kemudian,Keadaan di akhir zaman,Tidak tuntas keburu “mengabdi” Tidak sempat sembahyang terlanjur dipanggil. 13 Marang ingkang asung pangan, yen kasuwen den dukani, abubrah bawur tyas ingwang, lir kiyamat saben hari, bot Allah apa gusti, tambuh-tambuh solah ingsun, lawas-lawas graita, rehne ta suta priyayi, yen mamriha dadi kaum temah nista. Kepada yang ersua makan,Jika kelamaan dimarahi,Menjadi kacau balau perasaanku,Seperti kiyamat saban hari,Berat “Allah” atau “Gusti”,Bimbanglah sikapku,Lama-lama berfikir,Karena anak turun priyayi,Bila ingin jadi juru doa kaum dapatlah nista, 14 Tuwin ketib suragama, pan ingsun nora winaris, angur baya angantepana, pranatan wajibing urip, lampahan angluluri, aluraning pra luluhur, kuna kumunanira, kongsi tumekeng semangkin, Kikisane tan lyan among ngupa boga. Begitu pula jika aku menjadi pengurus dan juru dakwah aku bukanlah keturunannya,Lebih baik memegang teguh aturan dan kewajiban hidup,Menjalankan pedoman hidupwarisan leluhur dari zaman dahulu kala hingga kelak kemudian hari. Ujungnya tidak lain hanyalah mencari nafkah. 15 Bonggan kang tan mrelokena, mungguh ugering ngaurip, uripe tan tri prakara, wirya, arta, tri winasis, kalamun kongsi sepi, saka wilangan tetelu, telas tilasing janma, aji godhong jati aking, temah papa papariman ngulandara. Salahnya sendiri yang tidak mengerti,Paugeran orang hidup itu demikian seyogyanya,hidup dengan tiga perkara;Keluhuran kekuasaan, harta kemakmuran, ketiga ilmu tak satu pun dapat diraih dari ketiga perkara itu,habis lah harga diri berharga daun jati kering, akhirnya mendapatlah derita, jadi pengemis dan terlunta. 16 Kang wus waspada ing patrap, mangayut ayat winasis, wasana wosing Jiwangga, melok tanpa aling-aling, kang ngalingi kaliling, wenganing rasa tumlawung, keksi saliring jaman, angelangut tanpa tepi, yeku aran tapa tapaking Hyang Sukma. Yang sudah paham tata caranya,Menghayati ajaran utama,Jika berhasil merasuk ke dalam jiwa,akan melihat tanpa penghalang,Yang menghalangi tersingkir,Terbukalah rasa sayup seluruh cakrawala,Sepi tiada bertepi,Yakni disebut “tapa tapaking Hyang Sukma”. 17 Mangkono janma utama, tuman tumanem ing sepi, ing saben rikala mangsa,masah amemasuh budi, lahire den tetepi, ing reh kasatriyanipun, susila anor raga, wignya met tyasing sesame, yeku aran wong barek berag agama. Demikianlah manusia utama,Gemar terbenam dalam sepi meredam nafsu,Di saat-saat tertentu,Mempertajam dan membersihkan budi,Bermaksud memenuhi tugasnya sebagai satria,berbuat susila rendah hati,pandai menyejukkan hati pada ersua,itulah sebenarnya yang disebut menghayati agama. 18 Ing jaman mengko pan ora, arahe para turami, yen antuk tuduh kang nyata, nora pisan den lakoni, banjur njujurken kapti, kakekne arsa winuruk, ngandelken gurunira, pandhitane praja sidik, tur wus manggon pamucunge mring makrifat. Di zaman kelak tiada demikian,sikap anak muda bila mendapat petunjuk nyata,tidak pernah dijalani,Lalu hanya menuruti kehendaknya,Kakeknya akan diajari,dengan mengandalkan gurunya,yang dianggap pandita ersua yang pandai,serta sudah menguasai makrifat. PUPUH III – P U C U N G 01 Ngelmu iku, kalakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani, setya budya pangkese dur angkara. Ilmu hakekat itu diraih dengan cara menghayati dalam setiap perbuatan,dimulai dengan kemauan membangun kesejahteraan terhadap ersua,Teguh membudi daya Menaklukkan semua angkara 02 Angkara gung, neng angga anggung gumulung, gogolonganira triloka, lekere kongsi, yen den umbar ambabar dadi rubeda. Nafsu angkara yang besar ada di dalam diri, kuat menggumpal, menjangkau hingga tiga zaman, jika dibiarkan berkembang akan berubah menjadi gangguan. 03 Beda lamun, kang wus sengsem reh ngasamun, semune ngaksama, sasamane bangsa sisip, sarwa sareh saking mardi marto tama. Berbeda dengan yang sudah menyukai dan menjiwai,Watak dan perilaku memaafkanpada sesamaselalu sabar berusahamenyejukkan suasana, 04 Taman limut, durgameng tyas kang weh limput, kereming karamat, karana karohaning sih, sihing Sukma ngreda sahardi gengira. Dalam dalam hati yang menghalangi,Larut dalam kesakralan hidup,Karena temggelam dalam samodra kasih sayang, kasih sayang sukma sejati tumbuh berkembang sebesar gunung 05 Yeku patut, tinulad-tulad tinurut, sapituduhira, aja kaya jaman mangkin, keh pramudha mundhi dhiri lapel makna. Itulah yang pantas ditiru, contoh yang patut diikutiseperti semua seperti zaman nantiBanyak anak muda yang menyombongkan diri dengan hafalan ayat 06 Durung pecus,kesusu kaselak besus, amaknani lapal, kaya sayid weton Mesir, pendhak-pendhak angendhak gunaning janma. Belum mumpuni sudah berlagak ayatseperti sayid dari Mesir Setiap saat meremehkan kemampuan orang lain. 07 Kang kadyeku, kalebu wong ngaku-aku, akale alangka, elok Jawane denmohi, paksa ngangkah langkah met kawruh ing Mekah. Yang seperti itutermasuk orang mengaku-akuKemampuan akalnya dangkalKeindahan ilmu Jawa malah memaksa diri mengejar ilmu di Mekah, 08 Nora weruh, rosing rasa kang rinuruh, lumeketing angga, anggere padha marsudi, kana-kene kaanane nora beda. Tidak memahamihakekat ilmu yang dicari,sebenarnya ada di dalam mau berusaha sana sini ilmunya tidak berbeda, 09 Uger lugu, den ta mrih pralebdeng kalbu, yen ersu ersua, ing drajat kajating urip, kaya kang wus winahyeng sekar srinata. Asal tidak banyak tingkah,agar supaya merasuk ke dalam berhasil, terbuka derajat kemuliaan hidup yang yang telah tersirat dalam tembang sinom di atas. 10 Basa ngelmu, mupakate lan panemu, pasahe lan tapa, yen satriya tanah Jawi, kuna-kuna kang ginilut triprakara. Yang namanya ilmu, dapat berjalan bila sesuai dengan cara pandang dicapai dengan usaha yang satria tanah Jawa,dahulu yang menjadi pegangan adalah tiga perkara yakni; 11 Lila lamun, kelangan nora gegetun, trima yen kataman, sakserik sameng dumadi, trilegawa nalangsa srahing Batara. Ikhlas bila kehilangan tanpa menyesal,Sabar jika hati disakiti ersua,Ketiga ; lapang dada sambil berserah diri pada Tuhan. 12 Batara gung, inguger graning jajantung, jenak Hayang Wisesa, sana paseneten Suci, nora kaya si mudha mudhar angkara. Tuhan Maha Agung diletakkan dalam setiap hela nafas Menyatu dengan Yang MahakuasaTeguh mensucikan diri Tidak seperti yang muda,mengumbar nafsu angkara. 13 Nora uwus, kareme anguwus-uwus, uwose tan ana, mung janjine muring-muring, kaya buta-buteng betah nganiaya. Tidak henti hentinya gemar mencaci ada isinya kerjaannya marah-marah seperti raksasa; bodoh, mudah marah dan menganiaya ersua. 14 Sakeh luput, ing angga tansah linimput, linimpet ing sabda, narka tan ana udani, lumuh ala ardane ginawe gada. Semua kesalahan dalam diri selalu ditutupi,ditutup dengan kata-katamengira tak ada yang mengetahui,bilangnya enggan berbuat jahat padahal tabiat buruknya membawa kehancuran. 15 Durung punjul, ing kawruh kaselak jujul, kaseselan hawa, cupet kapepetan pamrih, tangeh nedya anggambuh mring Hyang Wisesa. Belum cakap ilmu Buru-buru ingin dianggap nafsu selalu merasa kurang,dan tertutup oleh pamrih, sulit untuk manunggal pada Yang Mahakuasa. PUPUH IV – G A M B U H 01 Samengko ingsun tutur, sembah catur supaya lumuntur, dihin raga, cipta, jiwa, rasa, kaki, ing kono lamun tinemu, tandha nugrahaning Manon. Kelak saya bertutur,Empat macam sembah supaya dilestarikan;Pertama; sembah raga, kedua; sembah cipta, ketiga; sembah jiwa, dan keempat; sembah rasa, anakku !Di situlah akan bertemu dengan pertanda anugrah Tuhan. 02 Sembah raga puniku, pakartine wong amagang laku, susucine asarana saking warih, kang wus lumrah limang wektu, wantu wataking wawaton. Sembah raga adalah Perbuatan orang yang lagi magang “olah batin” Menyucikan diri dengan sarana air,Yang sudah lumrah misalnya lima waktu Sebagai rasa menghormat waktu 03 Inguni-uni ersua, sinarawung wulang kang sinerung, lagi iki bangsa kas ngetok-ken anggit, mintoken kawignyanipun, sarengate elok-elok. Zaman dahulu belum pernah dikenal ajaran yang penuh tabir,Baru kali ini ada orang menunjukkan hasil rekaan,memamerkan ke-bisa-an nya amalannya aneh aneh 04 Thithik kaya santri Dul, gajeg kaya santri brahi kidul, saurute Pacitan pinggir pasisir, ewon wong kang padha nggugu, anggere guru nyalemong. Kadang seperti santri “Dul” gundulBila tak salah, seperti santri wilayah selatan Sepanjang Pacitan tepi pantai Ribuan orang yang percaya. Asal-asalan dalam berucap 05 Kasusu arsa weruh, cahyaning Hyang kinira yen karuh, ngarep-arep urup arsa den kurebi, Tan wruh kang mangkoko iku, akale keliru enggon. Keburu ingin tahu,cahaya Tuhan dikira dapat ditemukan,Menanti-nanti besar keinginan mendapatkan anugrah namun gelap mata Orang tidak paham yang demikian itu Nalarnya sudah salah kaprah 06 Yen ta jaman rumuhun, tata titi tumrah tumaruntun, bangsa srengat tan winor lan laku batin, dadi ora gawe bingung, kang padha nembah Hyang Manon. Bila zaman dahulu,Tertib teratur runtut harmonissariat tidak dicampur aduk dengan olah batin, jadi tidak membuat bingung bagi yang menyembah Tuhan 07 Lire sarengat iku, kena uga ingaranan laku, dihin ajeg kapindhone ataberi, pakolehe putraningsun, nyenyeger badan mwih kaot. Sesungguhnya sariat itu dapat disebut olah, yang bersifat ajeg dan hasil sariat adalah dapat menyegarkan badan agar lebih baik, 08 Wong seger badanipun, otot daging kulit balung sungsum, tumrah ing rah memarah antenging ati, antenging ati nunungku, angruwat ruweting batos. Badan, otot, daging, kulit dan tulang sungsumnya menjadi segar,Mempengaruhi darah, membuat tenang di hati membantu Membersihkan kekusutan batin 09 Mangkono mungguh ingsun, ananging ta sarehne asnafun, beda-beda panduk panduming dumadi, sayektine nora jumbuh, tekad kang padha linakon. Begitulah menurut ku !Tetapi karena orang itu berbeda-beda,Beda pula garis nasib dari tidak cocok tekad yang pada dijalankan itu 10 Nanging ta paksa tutur, rehning tuwa tuwase mung catur, bok lumuntur lantaraning reh utami, sing sapa temen tinemu, nugraha geming Kaprabon. Namun terpaksa memberi nasehat Karena sudah tua kewajibannya hanya memberi tahu dapat lestari menjadi pedoman tingkah laku siapa bersungguh-sungguh akan mendapatkan anugrah kemuliaan dan kehormatan. 11 Samengko sembah kalbu, yen lumintu uga dadi laku, laku agung kang kagungan Narapati, patitis tetesing kawruh, meruhi marang kang momong. Berikutnya, sembah kalbu itujika berkesinambungan juga menjadi olah spiritual tingkat tinggi yang dimiliki ajaran ilmu ini; untuk memahami yang mengasuh diri guru sejati/pancer 12 Sucine tanpa banyu, mung nyenyuda mring ersuasiv kalbu, pambukane tata, titi, ngati-ati, atetetp talaten atul, tuladhan marang waspaos. Bersucinya tidak menggunakan air Hanya menahan nafsu di hati Dimulai dari perilaku yang tertata, teliti dan hati-hati eling dan waspada Teguh, sabar dan tekun,semua menjadi watak dasar,Teladan bagi sikap waspada. 13 Mring jatining pandulu, panduk ing ndon dedalan satuhu, lamun lugu ersuasi reh maligi, lageane tumalawung, wenganing alam kinaot. Alam penglihatan yang sejati, Menggapai sasaran dengan tata cara yang sederhana tatalakunya dibutuhkan konsentrasi Sampai terbiasa mendengar suara sayup-sayup dalam keheningan Itulah, terbukanya “alam lain” 14 Yen wus kambah kadyeku, sarat sareh saniskareng laku, kalakone saka eneng, ening, eling, Ilanging rasa tumlawung, kono adile Hyang Manon. Bila telah mencapai seperti itu,Saratnya sabar segala tingkah dengan cara;Membangun kesadaran, mengheningkan cipta, pusatkan fikiran kepada ersua Tuhan. Dengan hilangnya rasa sayup-sayup, di situlah keadilan Tuhan terjadi. jiwa memasuki alam gaib rahasia Tuhan 15 Gagare ngunggar kayun, tan kayungyun mring ayuning kayun, bangsa anggit yen ginigit nora dadi, Marma den awas den emut, mring pamurunging lelakon. Gugurnya jika menuruti kemauan jasad nafsuTidak suka dengan indahnya kehendak rasa sejati, Jika merasakan keinginan yang tidak-tidak akan awas dan ingat lahdengan yang membuat gagal tujuan 16 Samengko kang tinutur, sembah katri kang sayekti katur, mring Hyang Sukma sukmanen sehari-hari, arahen dipun kecakup, sembah ing Jiwa sutengong. Nanti yang diajarkan Sembah ketiga yang sebenarnya diperuntukkan kepada Hyang sukma jiwa.Hayatilah dalam kehidupan sehari-hari Usahakan agar mencapai sembah jiwa ini anakku ! 17 Sayekti luwih prelu, ingaranan pepuntoning laku, kalakuan kang tumrap bangsaning batin, sucine lan Awas Emut, mring alame alam amot. Sungguh lebih penting, yang disebut sebagai ujung jalan spiritual,Tingkah laku olah batin, yakni menjaga kesucian dengan awas dan selalu ingat akan alam nan abadi kelak. 18 Ruktine ngangkah ngukut, ngiket ngrukut triloka kakukut, jagad agung gimulung lan jagad cilik, Den kandel kumandel kulup, mring kelaping alam kono. Cara menjaganya dengan menguasai, mengambil, mengikat, merangkul erat tiga jagad yang besar tergulung oleh jagad kecil,Pertebal keyakinanmu anakku !Akan kilaunya alam tersebut. 19 Keleme mawa limut, kalamatan jroning alam kanyut, sanyatane iku kanyatan kaki, Sajatine yen tan emut, sayekti tan bisa awor. Tenggelamnya rasa melalui suasana “remang berkabut”,Mendapat firasat dalam alam yang menghanyutkan,Sebenarnya hal itu kenyataan, anakku !Sejatinya jika tidak ingat Sungguh tak bisa “larut” 20 Pamete saka luyut, sarwa sareh saliring panganyut, lamun yitna kayitnan kang mitayani, tarlen mung pribadinipun, kang katon tinonton kono. Jalan keluarnya dari luyut batas antara lahir dan batinTetap sabar mengikuti “alam yang menghanyutkan”Asal hati-hati dan waspada yang menuntaskan tidak lain hanyalah diri pribadinya yang tampak terlihat di situ 21 Nging away salah surup, kono ana sajatining Urub, yeku urup pangarep uriping Budi, sumirat sirat narawung, kadya kartika katongton. Tetapi jangan salah mengerti Di situ ada cahaya sejati Ialah cahaya pembimbing, ersua penghidup akal lebih terang dan cemerlang,tampak bagaikan bintang 22 Yeku wenganing kalbu, kabukane kang wengku winengku, wewengkone wis kawengku neng sireki, nging sira uga kawengku, mring kang pindha kartika byor. Yaitu membukanya pintu hati Terbukanya yang kuasa-menguasai antara cahaya/nur dengan jiwa/roh.Cahaya itu sudah kau roh kuasai Tapi kau roh juga dikuasai oleh cahaya yang seperti bintang cemerlang. 23 Samengko ingsun tutur, gantya sembah ingkang kaping catur, sembah Rasa karasa rosing dumadi, dadine wis tanpa tuduh, mung kalawan kasing Batos. Nanti ingsun ajarkan,Beralih sembah yang ke rasa terasalah hakekat sudah tanpa petunjuk,hanya dengan kesentosaan batin 24 Kalamun ersua lugu, aja pisan wani ngaku-aku, antuk siku kang mangkono iku kaki, kena uga wenang muluk, kalamun wus pada melok. Apabila belum bisa membawa diri,Jangan sekali-kali berani mengaku-aku,mendapat laknat yang demikian itu anakku !Artinya, seseorang berhak berkata apabila sudah mengetahui dengan nyata. 25 Meloke ujar iku, yen wus ilang sumelang ing kalbu, ersu kandel kumandel ngandel mring takdir, iku den awas den emut, den memet yen arsa momot. Menghayati pelajaran iniBila sudah hilang keragu-raguan percaya dengan sungguh-sungguh kepada takdiritu harap diwaspadai, diingat,dicermati bila ingin menguasai seluruhnya. 26 Pamoring ujar iku, kudu santosa ing budi teguh, sarta sabar tawekal legaweng ati, trima lila ambeh sadu, weruh wekasing dumados. Melaksanakan petuah ituHarus kokoh budipekertinyaTeguh serta sabartawakal lapang dada Menerima dan ikhlas apa adanya sikapnya dapat dipercaya Mengerti “sangkan paraning dumadi”. 27 Sabarang tindak-tanduk, tumindake lan sakadaripun, den ngaksama kasisipaning ersua, sumimpanga ing laku dur, ersuasiv budi kang ngrodon. Segala tindak tandukdilakukan ala kadarnya, ersua maaf atas kesalahan ersua,menghindari perbuatan tercela,dan watak angkara yang besar. 28 Dadya wruh iya dudu, yeku minangka pandaming kalbu, ersua buka ing kijab bullah agaib, sesengkeran kang sinerung, dumunung telenging batos. Sehingga tahu baik dan buruk,Demikian itu sebagai ketetapan hati,Yang membuka penghalang/tabir antara ersua dan Tuhan,Tersimpan dalam rahasia,Terletak di dalam batin. 29 Rasaning urip iku krana momor pamoring sawujud, wujuddullah sumrambah ngalam sakalir, lir manis kalawan madu, endi arane ing kono. Rasa hidup itu dengan cara manunggal dalam satu wujud,Wujud Tuhan meliputi alam semesta,bagaikan rasa manis dengan madu. Begitulah ungkapannya. 30 Endi manis endi madu, yen wis bisa nuksmeng pasang semu, pasamaoning hebing kang Maha Suci, kasikep ing tyas kacakup, kasat mata lair batos. Mana manis mana madu,apabila sudah bisa menghayati gambaran itu,Bagaimana pengertian sabda Tuhan,Hendaklah digenggam di dalam hati, sudah jelas dipahami secara lahir dan batin. 31 Ing batin tan keliru, kedhap kilap liniling ing kalbu, kang minangka colok celaking Hyang Widi, widadaning budi sadu, pandak panduking liru nggon. Dalam batin tak keliru,Segala cahaya indah dicermati dalam hati,Yang menjadi petunjuk dalam memahami hakekat Tuhan,Selamatnya karena budi bebuden yang jujur hilang nafsu,Agar dapat merasuk beralih “tempat”. 32 Nggonira mrih tulus, kalaksitaning reh kang rinuruh, ngayanira mrih wikal, warananing gaib, paranta lamun tan weruh, sasmita jatining endhog. Agar usahamu berhasil,Dapat menemukan apa yang dicari,upayamu agar dapat melepas penghalang kegaiban,Apabila kamu tidak paham ; lihatlah tentang bagaimana terjadinya telur. 33 Putih lan kuningpun, lamun arsa titah teka mangsul, dene nora mantra-mantra yen ing lair, bisa aliru wujud, kadadeyane ing kono. Putih dan kuningnya,bila akan mewujud menetas,wujud datang berganti,tak disangka-sangka,bila kelahirannyadapat berganti wujud,Kejadiannya di situ ! 34 Istingarah tan metu, lawan istingarah tan lumebu, dene ing njro wekasane dadi njawi, raksana kang tuwajuh, aja kongsi kabasturon. Dipastikan tidak keluar,juga tidak masuk,Kenyataannya yang di dalam akhirnya menjadi di luar,Rasakan sunguh-sungguh,Jangan sampai terlanjur tak bisa memahami. 35 Karana yen kebanjur, kajantaka tumekeng ersua, tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi, dadi wong ina tan wruh, dhewekw den anggep dhayoh. Sebab apabila sudah terlanjur,akan tak tenang sepanjang hidup, tidak ada gunanya bila kelak mati,Menjadi orang hina yang bodoh,dirinya sendiri malah dianggap tamu. PUPUH V – K I N A N T H I 01 Mangka kantining tumuwuh, salami mung awas eling, eling lukitaning alam, wedi weryaning dumadi, supadi niring sangsaya, yeku pangreksaning urip. Padahal bekal hidup,selamanya waspada dan ingat,Ingat akan pertanda yang adadi ersuasi,Menjadi kekuatannya asal-usul, supaya lepas dari memelihara hidup. 02 Marma den taberi kulup, angulah lantiping ati, rina wengi den anedya, pandak-panduking pambudi, bengkas kahardaning driya, supadya dadya utami. Maka rajinlah anak-anakku,Belajar menajamkan hati,Siang malam berusaha,merasuk ke dalam sanubari,melenyapkan nafsu pribadi,Agar menjadi manusia utama. 03 Pangasahe sepi samun, away esah ing salami, samangsa wis kawistara, lalandhepe mingis-mingis, ersu wukir reksa muka, kekes srabedaning budi. Mengasahnya di alam sepi semedi,Jangan berhenti selamanya,Apabila sudah kelihatan,tajamnya luar biasa,mampu mengiris gunung penghalang,Lenyap semua penghalang budi. 04 Dene awas tegesipun, weruh warananing urip, miwah wisesaning tunggal, kang atunggil rina wengi, kang mukitan ing sakarsa, gumelar ngalam sakalir. Persuasi artinya,tahu penghalang kehidupan,serta kekuasaan yang tunggal,yang bersatu siang malam,Yang mengabulkan segala kehendak,terhampar alam semesta. 05 Away sembrana ing kalbu, wawasen wuwus sireki, ing kono yekti karasa, dudu ucape pribadi, marma den sembadeng sedya, wewesen praptaning uwis. Hati jangan lengah,Waspadailah kata-katamu,Di situ tentu terasa,bukan ucapan pribadi,Maka tanggungjawablah, perhatikan semuanya sampai tuntas. 06 Sirnakna semanging kalbu, den waspada ing pangeksi, yeku dalaning kasidan, sinuda saka satitik, pamotahing nafsu hawa, jinalantih mamrih titih. Sirnakan keraguan hati,waspadalah terhadap pandanganmu,Itulah caranya berhasil,Kurangilah sedikit demi sedikit godaan hawa nafsu,Latihlah agar terlatih. 07 Away mamatuh malutuh, tanpa tuwas tanpa kasil, kasalibuk ing srabeda, marma dipun ngati-ati, urip keh rencananira, sambekala den kaliling. Jangan terbiasa berbuat aib,Tiada guna tiada hasil,terjerat oleh aral,Maka berhati-hatilah,Hidup ini banyak rintangan,Godaan harus dicermati. 08 Upamane wong lumaku, marga gawat den liwati, lamun kurang ing pangarah, sayekti karendet ing ri, apese kasandhung padhas, babak bundhas anemahi. Seumpama orang berjalan,Jalan berbahaya dilalui,Apabila kurang perhitungan,Tentulah tertusuk duri,celakanya terantuk batu,Akhirnya penuh luka. 09 Lumrah bae yen kadyeku, atetamba yen wis bucik, duwea kawruh sabodag, yen ta nartani ing kapti, dadi kawruhe kinarya, ngupaya kasil lan melik. Lumrahnya jika seperti itu,Berobat setelah terluka,Biarpun punya ilmu segudang,bila tak sesuai tujuannya,ilmunya hanya dipakai mencari nafkah dan pamrih. 10 Meloke yen arsa muluk, muluk ujare lir wali, wola-wali nora nyata, anggepe pandhita luwih, kaluwihane tan ana, kabeh tandha-tandha sepi. Baru kelihatan jika keinginannya muluk-muluk,Muluk-muluk bicaranya seperti wali,Berkali-kali tak terbukti,merasa diri pandita istimewa,Kelebihannya tak ada,Semua bukti sepi. 11 Kawruhe mung ana wuwus, wuwuse gumaib baib, kasliring titik tan kena, mancereng alise gatik, apa pandhita antige, kang mangkono iku kaki. Ilmunya sebatas mulut,Kata-katanya di gaib-gaibkan,Dibantah sedikit saja tidak mau, mata membelalak alisnya menjadi satu,Apakah yang seperti itu pandita palsu,…anakku ? 12 Mangka ta ersuasiv laku, lakune ngelmu sajati, tan dahwen pati openan, tan panasten nora jail, tan njurungi ing kaardan, ersu eneng mamrih ening. Padahal yang disebut “laku”,sarat menjalankan ilmu sejati tidak suka omong kosong dan tidak suka memanfaatkan hal-hal sepele yang bukan haknya,Tidak iri hati dan jail,Tidak melampiaskan hawa nafsu. Sebaliknya, bersikap tenang agar menggapai keheningan jiwa. 13 Kunanging budi luhung, bangkit ajur ajer kaki, yen mangkono bakal cikal, thukul wijining utami, nadyan bener kawruhira, yen ana kang nyulayani. Luhurnya budi pekerti,pandai beradaptasi, anakku !Demikian itulah awal mula,tumbuhnya benih keutamaan,Walaupun benar ilmumu,bila ada yang mempersoalkan… 14 Tur kang nyulayani iku, wus wruh yen kawruhe nempil, nanging laire angalah, katingala angemori, mung ngenaki tyasing liyan, away esak away serik. Walau orang yang mempersoalkan itu, sudah diketahui ilmunya dangkal,tetapi secara lahir kita mengalah,berkesanlah ersuasive,sekedar menggembirakan hati orang sakit hati dan dendam. 15 Yeku ilapating wahyu, yen yuwana ing salami, marga wimbuh ing nugraha, saking heb kang Maha Suci, cinancang pucuking cipta, nora ucul-ucul kaki. Begitulah sarat turunnya wahyu,Bila teguh selamanya,dapat bertambah anugrahnya,dari sabda Tuhan Mahasuci,terikat di ujung cipta,tiada terlepas-lepas anakku 16 Mangkono ingkang tinamtu, tampa nugrahaning Widhi, marma ta kulup den bisa, mbusuki ujaring janmi, pakoleh lair batinnya, iyeku budi premati. Begitulah yang digariskan,Untuk mendapat anugrah dari itu anakku,sebisanya, kalian pura-pura menjadi orang bodoh terhadap perkataan orang lain,nyaman lahir batinnya,yakni budi yang baik. 17 Pantes tinulad tinurut, laladane mrih utami, utama kembanging mulya, kamulyaning jiwa dhiri, ora yen ta ngeplekana, lir leluhur nguni-uni. Pantas menjadi suri tauladan yang ditiru,Wahana agar hidup mulia,kemuliaan jiwa tidak persis, seperti nenek moyang dahulu. 18 Ananging ta kudu-kudu, sakadarira pribadi, away tinggal tutuladan, lamun tan mangkono kaki, yekti tuna ing tumitah, poma kaestokna kaki. Tetapi harus giat berupaya, sesuai kemampuan diri,Jangan melupakan suri tauladan,Bila tak berbuat demikian itu anakku,pasti merugi sebagai lakukanlah anakku ! Us - Kisi - Utama - SMK found this document useful 0 votes0 views7 pagesOriginal SMK © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes0 views7 pagesUs - Kisi - Utama - SMK Title SMK to Page You are on page 1of 7 You're Reading a Free Preview Pages 4 to 6 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. Pupuh no 5 iki kadadean saka 18 pada yaiku pada 83 nganti pada 100. 83 Mangka kanthining tumuwuh, Salami mung awas eling, Eling lukitaning alam, Dadi wiryaning dumadi, Supadi nir ing sangsaya, Yeku pangreksaning urip. Mangertia modale wong urip, Selawase kudu eling lan waspada Elenga marang kaendahane alam Dadi bukti anane Gusti Kang Maha Kuwasa Supaya manungsa boleh endha saka sengsara. Ngertia karo sing gawe urip.. 84 Marma den taberi kulup, Angulah lantiping ati, Rina wengi den anedya, Pandak panduking pambudi, Bengkas kahardaning driya, Supaya dadya utami.` Maka rajinlah anak-anakku, Membiasakan mengontraskan hati, Siang malam berusaha, merasuk ke internal sanubari, melenyapkan nafsu pribadi, Agar menjadi orang penting. 85 Pangasahe sepi samun, Aywa esah ing salami, Samangsa wis kawistara, Lalandhepe mingis mingis, Pasah wukir reksamuka, Kekes srabedaning khuluk. Mengasahnya di duaja sepi semedi, Jangan berhenti selamanya, Apabila sudah kelihatan, tajamnya luar stereotip, mampu menyayat gunung penghalang, Lenyap semua pengadang budi. 86 Dene tajam penglihatan tegesipun, Weruh warananing urip, Miwah wisesaning tunggal, Kang atunggil rina wengi, Kang mukitan ing sakarsa, Gumelar ngalam sakalir. Tajam mata itu artinya, tahu penghalang umur, serta kekuasaan nan tunggal, yang bersatu siang lilin batik, Yang mengabulkan segala karsa, terhampar tunggul sepenuh. 87 Aywa sembrana ing kalbu, Wawasen wuwus sireki, Ing kono yekti karasa, Dudu ucape pribadi, Marma den sembadeng sedya, Wewesen praptaning uwis. Hati jangan lengah, Waspadailah kata-katamu, Di haud pasti terasa, lain perkataan pribadi, Maka tanggungjawablah, perhatikan semuanya setakat tuntas. 88 Sirnakna semanging kalbu, Den waspada ing pangeksi, Yeku dalaning kasidan, Sinuda saka sethithik, Pamothahing nafsu hawa, Linalantih mamrih titih. Sirnakan keraguan hati, waspadalah terhadap pandanganmu, Itulah caranya berhasil, Kurangilah lambat-laun tekor godaan master nafsu, Latihlah agar terdidik. 89 Aywa mematuh nalutuh, Tanpa tuwas tanpa kasil, Kasalibuk ing srabeda, Marma dipun ngati-ati, Urip keh rencananira, Sambekala den kaliling. Jangan perlu berbuat aib, Tiada guna tiada hasil, terjerat makanya aral, Maka berhati-hatilah, Jiwa ini banyak rintangan, Provokasi harus dicermati. 90 Umpamane wong lumaku, Marga gawat den liwati, Lamun cacat ing pangarah, Sayekti karendhet ing ri. Apese kasandhung padhas, Babak bundhas anemahi. Seumpama orang bepergian, Perkembangan berbahaya dilalui, Apabila kurang anggaran, Tentulah tertusuk duri, celakanya tertubruk batu, Kesannya penuh luka. 91 Lumrah bae yen kadyeku, Atetamba peso wus bucik, Duweya kawruh sabodhag, Yen tan nartani ing kapti, Dadi kawruhe kinarya, Ngupaya kasil lan melik. Lumrahnya jika begitu, Berobat setelah terluka, Biarpun punya guna-guna segudang, bila tak sesuai tujuannya, ilmunya hanya dipakai mencari nafkah dan pamrih. 92 Meloke rial arsa muluk, Sok ujare lir wali, Wola wali nora konkret, Anggepe pandhita luwih, Kaluwihane tan ana, Kabeh tandha tandha sepi. Baru terbantah jika keinginannya ria-bergaduk, Muluk-muluk bicaranya seperti penanggung jawab, Sering kali bukan terbukti, merasa diri pandita eksklusif, Kelebihannya enggak terserah, Semua bukti hening. 93 Kawruhe mung ana wuwus, Wuwuse gumaib gaib, Kasliring thithik tan kena, Mancereng alise gathik, Apa pandhita antiga, Kang mangkono iku kaki, Ilmunya sebatas mulut, Kata-katanya di menguap-gaibkan, Dibantah sedikit namun bukan mau, mata mencelangap alisnya menjadi satu, Apakah yang sebagaimana itu pandita palsu,..anakku ? 94 Mangka ta kang aran laku, Lakune ngelmu sejati, Tan dahwen pati openan, Tan panasten nora jail, Tan njurungi ing kahardan, Satu-satunya eneng mamrih ening. Sementara itu yang disebut “laku”, sarat menjalankan aji-aji sejati lain suka omong zero dan bukan suka memanfaatkan peristiwa-hal sepele yang bukan haknya, Tidak iri hati dan jail, Tidak melajukan suhu nafsu. Sebaliknya, bergaya antap agar menggapai keheningan jiwa. 95 Kaunanging budi luhung, Bangkit ajur ajer tungkai, Rupiah mangkono bakal cikal, Thukul wijining utami, Nadyan bener kawruhira, Mata uang ana kang nyulayani. Luhurnya budipekerti, pandai beradaptasi, anakku ! Demikian itulah sediakala mula, tumbuhnya jauhar keutamaan, Walaupun bermoral ilmumu, bila ada yang mempersoalkan.. 96 Tur kang nyulayani iku, Wus wruh rial kawruhe nempil, Nanging laire angalah, Katingala angemori, Mung ngenaki tyasing liyan, Aywa esak aywa serik. Walau basyar yang mempersoalkan itu, sudah diketahui ilmunya dangkal, tetapi secara lahir kita mengalah, berkesanlah persuasif, sekedar menyukakan hati khalayak lain. Jangan sakit hati dan kecemburuan. 97 Yeku ilapating wahyu, Yen yuwana ing salami, Marga wimbuh ing nugraha, Saking heb Kang mahasuci, Cinancang pucuking cipta, Nora ucul ucul kaki. Begitulah sarat turunnya wahyu, Bila teguh selamanya, dapat kian anugrahnya, dari sabda Sang pencipta Mahasuci, tergoda di ujung cipta, tiada terlepas-ampunan anakku. 98 Mangkono ingkang tinamtu, Tampa nugrahaning Widhi, Marma ta kulup den boleh, Mbusuki ujaring janmi, Pakoleh lair batinnya, Iyeku kepribadian premati. Begitulah nan digariskan, Untuk beruntung anugrah Tuhan. Makanya anakku, sedapatnya, kalian pura-pura menjadi manusia debil terhadap mulut orang tidak, nyaman lahir batinnya, yakni khuluk yang baik. 99 Pantes tinulat tinurut, Laladane mrih utami, Utama kembanging mulya, Kamulyan sukma dhiri, Ora ta yen ngeplekana, Lir leluhur nguni-uni. Pantas menjadi suri tauladan yang ditiru, Wahana hendaknya nasib mulia, kemuliaan jiwa raga. Walaupun tak persis, sebagai halnya karuhun habis. 100 Ananging ta kudu kudu, Sakadarira pribadi, Aywa dulu tutuladan, Lamun tan mangkono kaki, Yekti tuna ing tumitah, Poma kaestokna kaki. Tetapi harus giat berupaya, sesuai kemampuan diri, Jangan meneledorkan suri tauladan, Bila tak berbuat demikian itu anakku, pasti merugi seumpama manusia. Maka lakukanlah anakku ! Sawise maca lan nyinaoni cakepan pupuh kinanthi, ato minrengke lan niroke tembang tembang cilik kinanthi sakpada Vidio Urun rembuk lan pitakon ing kolom komentar. Maturnuwun.

amanat serat wedhatama pada 87